Habiskan, Baru Beli yang Baru



Sebagai orang yang kerjanya di bidang social media marketing, saya pernah (dan masih) handle beberapa brand-brand nasional. Satu hal yang sudah pasti jadi 'ritual' para brand adalah promo tanggal kembar. Pasti lah itu pada jor-jor-an untuk bikin promo besar-besaran untuk menarik pembeli baru maupun konsumen loyal. Bentuknya pun banyak banget, dari yang promo bundling, diskon, sampai ada yang berani brand collab juga. 
Namun, setelah saya perhatikan, promo jor-jor-an ini bukan cuma pas tanggal kembar aja. Tapi setiap saat. Promo payday pas tanggal-tanggal gajian lah, sampai nggak ada apa-apa juga promo. Apalagi di TikTok Shop yang lagi gencar-gencarnya 'bakar duit'. Saya pernah nemu promo salah satu influencer yang memang ada partnership sama TikTok Shop itu yang bisa banting harga sampai 70% dari harga asli barangnya. Contohnya: serum Azarine itu termurahnya sekitar Rp 50 ribuan per pcs . Karena ada promo subsidi dari TikTok, beli 3 pcs cuma Rp 90 ribuan. Itu belum dipotong voucher dan gratis ongkir lho. Saya iseng ngecek harga totalnya, cuma Rp 80 ribu sekian lah totalnya sama ongkir ke Malang. Gila gak tuh?

Saya pun pernah beli 3 pcs parfum supermarket yang terkenal via TikTok Shop dan harganya jadi cuma Rp 80 ribuan. Padahal per pcs-nya kalo di supermarket retail itu sekitar Rp 35 ribuan! 

Pastinya kalau kena iming-iming harga murah begini, rasanya gatel pengen beli ya 'kan? Apalagi kalau cewek-cewek ngeliat promo terkait beauty product gini, ada dalam hati kayak, "Aduh, mumpung murah, beli/nyetok ah." 

Sebuah pengakuan dosa: dulu saya sering kayak gitu. Sampai pada akhirnya barang-barang yang saya pikir buat stok itu berakhir kedaluwarsa begitu aja. Dan bahkan saya nggak sadar lho kalo saya punya barang itu. Ada momen di mana saya bersih-bersih kamar sebelum nikah dan mendapati "Wow, kapan ya aku beli ini?" 

Beberapa waktu yang lalu saya baca sebuah artikel yang bagus banget, tentang social media, influencers, and overconsumerism

Artikel lengkapnya bisa dibaca di sini

Intinya dari artikel tersebut adalah paparan social media dan influencers yang mempromosikan berbagai produk untuk dibeli ini leading to overconsumption/overconsumerism. Dampak yang paling keliatan langsung sih adalah kita membeli barang yang sebetulnya kita nggak butuh-butuh amat tapi dibuat seolah-olah kita butuh (buat bikin konten di media sosial, misalnya). Lalu, kita dibuat FOMO karena kalau nggak punya barang A kayak yang dipakai influencer-influencer, kita kurang update sama perkembangan zaman. Contoh lainnya lagi, tren 'estetik' dan 'minimalism' yang sebenarnya malah bikin kita beli barang-barang yang tidak perlu demi terlihat oke saat diposting di media sosial. Udah melenceng jauh dari makna 'minimalism' itu sendiri. 

Yang bikin miris dari overconsumption ini adalah target paling mudah untuk disasar yaitu para remaja. Mereka yang masih belum punya kebijakan buat menimbang keputusan, terpapar para influencer yang mempromosikan barang-barang di luar daya beli mereka atau keluarganya. Bayangkan, anak remaja ngotot minta beli boneka Labubu karena dipakai sama Lisa Blackpink dan banyak influencer yang mereka lihat di media sosial. Itu boneka harganya hampir Rp 1 juta, lho! Gila emang!

Nggak cuma itu, overconsumption di dunia beauty juga bikin para remaja ini banyak yang tergoda beli make up dan skincare yang sebetulnya tidak ditujukan untuk usia mereka. Saya tuh sering banget lihat komen-komen di video TikTok para beauty influencer yang viewnya banyak, anak-anak dan remaja yang nanya semacam, "Kak, ini boleh buat umur 12 tahun?" Dan yang ditanyakan adalah serum retinol buat usia 25 tahun ke atas. Huhuhu. 😖😖

Ngelihat tren yang nggak sehat seperti itu, sekarang banyak juga orang-orang yang meng-counter dengan mengkritisinya. Coba search di YouTube atau TikTok dengan keyword "Overconsumption TikTok". Salah satunya video ini:


Kalau ngomongin soal ini memang jadinya panjang ya. Tapi simplifikasinya adalah sekarang saya udah ada pada titik overwhelmed secara personal dengan barang-barang berlebih yang saya miliki dan berusaha untuk lebih mindful dalam membeli barang. Selain sayang uangnya, sayang kalau nggak terpakai maksimal keburu kualitasnya menurun, ternyata punya banyak barang itu ngabisin energi ya. 😓

Mari menuntaskan hal-hal kecil yang mungkin kita sepelekan:
  • Menggunakan barang yang jangka pemakaiannya lama/tidak setiap hari dipakai sampai habis, baru beli yang baru (contoh: makeup, parfum, skincare, bodycare)
  • Menghabiskan snack yang kita beli, walaupun mungkin setengah bungkus kita ngerasa sudah bosan.
  • Mengontrol diri untuk tidak mudah mengeluarkan uang demi barang fashion yang trendy.
  • Menimbang fungsi barang sebelum beli yang baru (contoh, beli sunglasses yang modelnya everlasting sudah cukup, ketimbang punya > 1 demi tren).
  • dan lain-lain

Komentar

Postingan Populer