Tentang Menghormati Tubuh Orang Lain, Gincu Dan Bagian Tubuh Terseksi
Berapa persen wanita di dunia ini yang nggak pede
dengan dirinya sendiri?
Kalau disuruh mendeskripsikan tentang diri, saya akan
dengan sangat mudah mendeskripsikan diri saya sebagai perempuan yang nggak
tinggi-tinggi amat dan uhm, bantet. Hehehe. Ini kenyataan, sejak kecil saya
nggak pernah punya badan yang kurus. Walaupun kena sakit atau niat untuk
‘sedikit lebih sehat’, berat badan saya masih setia di angka-angka ‘kurang
lebih 60 kg’. Kurangnya dikit, lebihnya banyak. Sekarang sih agak lumayan, di bawah
60 kg sedikit. Dulu, sempat hampir menyentuh angka horror: 65 kg.
Lalu, apakah saya merasa salah dengan tubuh saya?
Iya! Karena saya jadi nggak sehat. Dulu sebelum saya
menerapkan banyak minum air putih dan mengatur pola makan, saya gampang banget
sakit. Bahkan amandel saya bengkak nggak sembuh-sembuh. Di situlah poin saya
merasa ada yang salah dengan tubuh saya. Makanya pertengahan tahun 2013 saya
memutuskan untuk putus rantai dengan segala yang enak-enak dan menggantinya
dengan yang agak-ga-enak-dikit-sih-tapi-bagi-saya-kok-tetep-enak-aja (tapi
sesekali saya masih makan B2 kok heheheh).
Tapi, jauh lebih dalam, pertanyaan tadi sebetulnya
bermaksud menanyakan: “Apakah kamu nggak pede dengan bentuk tubuhmu, Wind?”.
Well, saya selalu pede kok, dengan bentuk tubuh yang dari atas sampai bawah ini
berlekuk semua, dengan bentuk wajah ini, dengan bentuk hidung dan bibir .. saya
pede kok, karena semuanya – Puji Tuhan – dapat menjalankan fungsinya dengan
baik. Kalau menurut saya, selama tubuh saya sehat nggak kekurangan satu apapun
fungsinya, itu namanya sempurna. Terlepas dari bagaimana penampakannya.
Wih, kamu kok pede banget sih, Wind?
Iya dong, yang punya mata sipit, rahang kotak, gigi
rapi, bibir kecil dan julukan Hello Kitty, ya Cuma Winda Carmelita.
Wih, kamu kok pede banget sih, Wind?
Uhm, okay, ketika hal ini ditanyakan kedua kalinya,
saya jadi berpikir. Apakah saya sepercaya diri itu? Bahkan, dalam satu episode
kehidupan saya, saya pernah merasa amat-sangat tidak pede dengan diri saya
sendiri, padahal seluruh semesta mengatakan saya baik-baik saja, kok!
Jadi begini ceritanya. Saya memang sangat jarang foto
studio, apalagi pakai kebaya. Ketika saya sudah mendekati tahun akhir, foto
pakai kebaya merupakan kewajiban universitas untuk dipajang di ijazah. Sejujurnya,
saya senang sekali, karena .. ya saya jarang pakai kebaya gitu, lho. Jarang
foto seperti itu juga (biasanya foto saya Cuma foto sama teman-teman dan foto
waktu manggung). Akhirnya saya pergi ke studio foto, dong. Beberapa minggu
kemudian, foto saya jadi. Menurut saya, cukup bagus. Karena saya yang biasanya
keliatan kaya anak-anak banget, jadi setingkat lebih berwibawa hehehe..
Saking senangnya, saya pasang foto itu di DP BBM.
Tapi ternyata, hal ini bikin saya ‘rugi’. Ada oknum yang mengunggah foto saya
di Twitter dengan caption sederhana tapi menurut saya cukup merendahkan saya.
Sudah tahu ‘kan gimana efek viral social media? Singkat cerita, foto itu
menyebar dan disebarkan oleh orang-orang lain. Saya sendiri kurang paham sampai
sekarang tendesinya apa. Kalau memang untuk becanda, sepertinya nggak sopan ya,
karena sebelum-sebelumnya saya nggak punya obrolan dengan oknum tersebut.
Lagipula, saya juga tidak terlalu dekat dengan oknum ini.
Menurut saya ini nggak lucu. Posisi saya saat itu
adalah saya sedang melamar kerja di beberapa tempat. Jaman sekarang bukan
mustahil perusahaan mengintip social media calon karyawannya sebagai bahan
pertimbangan ‘kan? Apalagi saya memilih pekerjaan di bidang media. Yah, bisa
dibilang saat itu saya merasakan percampuran antara kesal, marah, malu dan
merasa nggak berharga. Iya, merasa nggak berharga.
Saya sudah menegurnya, karena saya pikir kalau
namanya guyonan itu ada dua pihak yang tertawa. Kalau Cuma satu pihak yang
tertawa, namanya bukan lagi lucu, tapi kurang ajar. Baiklah, oknum tersebut
tidak menganggap teguran saya sebagai hal yang serius. Saya tunggu seminggu-dua
minggu, tidak ada rasa penyesalan. Okay, saya pikir saat inilah saya harus
berpikir dua kali untuk berkomunikasi lagi dengannya sebagai teman. (dia memang
akhirnya meminta maaf pada saya saat Natal kemarin. Saya maafkan kok, tapi saya
belum memberikan kesempatan kedua. Maaf ya, you should learn, Dude).
Selama seminggu itu, saya jadi malu sekali, malu
ketemu teman-teman saya. Saya semingguan masih sering diam-diam kalau malam. Lihat kaca, suka kesel.
Cuci muka keras-keras karena pelampiasan kesal sama muka yang jerawatan gini.
Mungkin terlihat berlebihan, tapi saya rasa wajar saya merasa malu. Dari dulu,
beberapa orang memang suka ceng-ceng-in saya (terutama teman-teman laki-laki)
dari sisi fisik, ya mungkin karena memang saya tidak menarik secara fisik
hehehe nggak ada ceritanya orang noleh dua kali ke saya di keramaian kecuali
saya ngutang sama mereka. Beberapa dari mereka bahkan meragukan apa saya bisa
punya pacar? Hahahaha.. Masak iya perkara pribadi saya seluruh dunia mesti tau?
:p
Untungnya saya punya teman-teman lain yang tidak
merasa apa yang saya rasakan sebagai sesuatu yang berlebihan. Mereka malah
support saya dan meyakinkan saya, suatu hari foto itu – lebih-lebih diri saya –
akan dapat berkat melimpah dari Tuhan. Dan pada akhirnya, seorang teman
laki-laki saya namanya Dana, bilang kalau saya harusnya bersyukur karena saya
punya yang orang lain tidak punya. Nggak kekurangan apapun. Menurut Dana, saya
mestinya ga boleh malu karena toh saya wajar-wajar saja. Yang menghina saya itu
yang ‘nggak wajar’ sikapnya.
Malam setelah ngobrol via Whatsapp itu, saya buang
jauh-jauh semua rasa khawatir saya. Saya Cuma dilingkupi rasa tidak bersyukur.
Toh, di dunia ini masih ada high heels, makeup, gincu, dress lucu-lucu yang
butuh saya pakai, bukan Cuma digantung di lemari (hahaha gimana ini logikanya
kok kebalik :p). Meskipun saya begini-begini saja, saya punya kehidupan yang
cukup, sudah lulus dan bekerja, saya punya hobi yang bikin saya tetap hidup dan
saya masih kenal namanya masker-masker-an. Lalu, kenapa risau?
Sejak kejadian ini, saya jadi berpikir. Benar ya
ungkapan “the words is mightier than the swords”-nya Edward Lynn-Button.
Alangkah jahatnya perkataan itu. Alangkah jahatnya orang-orang yang seakan
mendorong orang lain untuk membenci tubuhnya, lebih-lebih dirinya sendiri.
Tubuh Cuma satu, dipakai seumur hidup. Harusnya dihargai, disayang. Saya pernah
baca sebuah cerita tentang seseorang yang membenci lemak-lemak di pahanya.
Suatu hari ia berpikir daripada ia membenci lemak-lemak di pahanya, ia mulai
merawat pahanya. Justru sekarang pahanya jadi lebih seksi. Ia memutuskan
melakukan itu karena ia berpikir biarpun berlemak, pahanya lah yang
memberikannya kekuatan untuk bisa menang perlombaan lari marathon. Nice story,
huh?
Mulai sekarang saya nggak ambil pusing dengan
perkataan orang-orang tentang wajah dan tubuh saya. Toh, mereka tidak ikut
andil membantu saya menyehatkan tubuh saya. Yang terpenting bagi saya sekarang
adalah bagaimana saya merawat tubuh saya supaya lebih sehat.
Oh ya, ini nih saya ada quote dari teman saya, Ziyan,
si anak metal grauk-grauk yang religius. Waktu itu kami ngobrol tentang hal ini di warung
soto kampus, hujan-hujan:
“Ojok ngomong awakmu ga ayu. Kabeh wedok ayu carane dhewe-dhewe.”(Jangan bilang dirimu nggak cantik. Semua perempuan cantik dengan caranya sendiri).
Sekarang nih ya, kalau ditanya orang: “Apa bagian tubuhmu yang paling seksi?”, saya akan menjawab: “OTAK”
keep smile :D
BalasHapusand the world will brighter than ever..
*kepoin fotonya*
Haloo Mbak Neng Biker. Kita sudah bertemu di ruang makan hihihi
HapusAku sih udah bebal dan berusaha tetap bebal dengan omongan orang. Saya ga benci badan saya, cuman mmg ga mau lbh gemuk...males kudu beli baju baru dgn size lbh gede kalau sampai berat badan nambah. Makanya sekarang berusaha belajar makan lbh sehat dan olahraga, setidaknya badan jadi lbh kenceng. :D
BalasHapushihihi kalau alasannya kesehatan sih pasti semua orang mendukung ya mak.
HapusWah itu jawaban yang keren.... hehehe
BalasHapusTapi terus terang aja aku juga gak pede karena aku kecil, pendek dan gemuk hehehe
ih sama mak, aku juga suka sulit ngapus papan tulis pas SMA hahahaah
Hapus“Apa bagian tubuhmu yang paling seksi?”, saya akan menjawab: “OTAK”
BalasHapusCopas woeee copasss hahahah
HapusSaya suka dengan cara pandangmu dek. Satu kelebihanmu: cerdas, itu saja sudah cukup. Tapi menurut saya, kamu khas koq, manis. ^__^
BalasHapusOtak plus Hati, karena sepengetahuan saya hanya orang2 yang tak punya hati yang suka membully... Salam silaturahmi :)
BalasHapushati dan otak pikiran yg menurut aku paling sexy hehe
BalasHapus*lempar gincu
BalasHapusHanya menerima lemparan gincu purbasari 86 *sikap
Hapus