Kendalikan Jempolmu, Pelihara Hatimu dan Rejekimu
Part 1: Kendalikan Jempolmu, Gak Perlu Mengumbar Amarah di Social Media
Di part 1 kemarin saya menulis tentang bagaimana profil social media bisa menjadi salah satu cara 'membaca' kepribadian seseorang. Khususnya dalam urusan mencari pekerjaan. Kali ini, sebetulnya tidak jauh berbeda, saya pengen sharing bagaimana social media mendekatkan kita pada rejeki atau sebaliknya, menjauhkan kita ... dengan cara-cara yang gak kita sadari.
Kenapa saya menulis 'dengan cara-cara yang gak kita sadari'? Kadang rasa kecewa atau sumpek membuat kita jadi begitu emosional menuliskan curahan hati di social media. Well, I've been there, masa-masa di mana saya kalau kesal dengan sesuatu, menulisnya dengan serampangan di social media.
Lega, iya. Menyesal, iya juga. Lega, karena mungkin saya gak bisa marah-marah secara langsung pada sang pemicu kekesalan saya. Menyesal, iya juga, karena kemudian saya pikir "Lha ya ngapain marah-marah toh orangnya (bisa jadi) gak baca, atau baca tapi gak paham itu tentang dia." Kemudian saya sudah mengeluarkan energi sebesar 14 kkal untuk berpikir dan mengetik status marah-marah tersebut selama 15 menit. *huahahhaa dihitung beneran!
Semakin saya bertambah umur, mungkin mentalitas saya sudah diterpa banyak hal dan pengalaman, sehingga lebih mawas diri untuk menulis apapun di social media. Entah itu soal masalah pribadi atau masalah pekerjaan. Terlebih bagi saya, masalah pekerjaan yang ditulis di social media yang hanya sebatas kekesalan semata, itu sangat gak bijak.
Pekerjaan di sini, bukan menyoal tentang pekerjaan utama saja ya. Mungkin di antara teman-teman yang baca tulisan ini adalah punya pekerjaan kedua sebagai blogger atau influencer, yang sering bekerjasama dengan pihak-pihak ketiga atau agency yang membutuhkan jasa kita untuk berpromosi. Terkadang memang ada gesekan dengan mereka, masalah payment atau ribetnya brief yang diberikan. Tetapi sejauh masih bisa diselesaikan langsung dengan orangnya, better for us to keep that 'secret'. Percayalah, memang kesal sih, tapi kadang klien juga punya mau sendiri yang berubah-ubah dan bukan keinginan agencynya untuk bikin ribet hidup influencernya dengan e-mail, "Brief-nya diganti ya ...". Saya tahu, karena saya pernah berada dalam lingkar pekerjaan seperti itu :)
Kecuali memang pihak-pihak tersebut mencederai perjanjian hingga waktu yang sangat lama, atau bertindak tidak pada porsinya, silakan menulis komplain ... dengan cara yang bermartabat dan tetap menghargai kedua belah profesi. Bok, jadi blogger itu juga banyak intriknya, apalagi jadi anak media atau agency. Menurut saya, gak perlulah mengumbar, "Agency xxx ini gak bisa bayar sekian sekian, janganlah diterima (kemudian dilanjutkan dengan menulis preketek-preketek)". Ujung-ujungnya, tetap mau juga kalau dikasih job lagi sama agency itu :|
Di era informasi saat ini, apa yang kita cantumkan di social media, gak akan bisa terhapus selamanya. Meskipun sudah di-delete, toh masih bisa diakses metadatanya. Merujuk pada apa yang saya pelajari saat kuliah dulu, "Komunikasi bersifat irreversible, alias tidak bisa ditarik kembali."
Yah, mungkin tulisan ini dan tulisan sebelumnya terkesan, "Walah, Wind, woles wae lah kok dibuat ribet." Tapi, saat tulisan marah-marah itu ditulis dengan penuh kata-kata kasar atau kalimat-kalimat yang harafiah yang merujuk pada sesuatu, personal brandingmu pasti akan terpengaruh. Ibarat pilkada, elektabilitas kita bisa menurun. Lagian, siapa sih yang suka dianggap sebagai sosok yang punya banyak masalah? ;)
Peduli amat sama personal branding? Mmm, saya yakin sih, sejauh ini sih saya dan kamu yang baca ini, bukanlahYoung Lex atau Arap yang "F**k pencitraan, nakal tapi tampan, ngomongnya kasar tapi masih batas wajar." :)) *opo kae, wah aku kok apal ya hahahaha .. YOGS!
Jadi kita-kita masih waras untuk meyakini personal branding yang baik akan membawa kita pada professionalitas dan rejeki yang baik pula.
Gak tahan pengen 'ngomel'? Mainkan sedikit kreativitasmu, twist and throw a joke :p
((NGLOKOR)) | Image taken from fb.com/windacarmelita |
Senyum - senyum baca tulisannya mba WInda hehe, ibarat pilkada elektabilitas turun...setujuuuuuu mba Winda, semoga kita tetap bisa jaga etika bersocial media dan berharap bisa lebih baik lagi aminnn :)
BalasHapusAmiiin Mbak Lily :)
Hapusyup, harus tahan-tahan-tahan emosi walaupun memang kadang kala tangan ini sdh gatel aja pengin bikin status/komentar marah....
BalasHapusIya, sepertinya memang logika harus lebih tinggi daripada hati ya kali ini, Mbak :)
HapusMarah tanda jiwa yang lemah.
BalasHapusAnger management is paramount
Terima kasih tipnya
Salam hangat dari Jombang
Sepakat, Dhe. Marah tanda jiwa yang lemah :)
HapusSalam buat Jombang dan alun-alun contongnya ya Pakdhe ~
waduh kok ngerti ringin contong dan alun-2nya mbak,ha ha skalian kecap dorang,soto dok dan kebon rojo...he he maap ikut nimbrung kalo eling jombang
HapusThat's why kenapa sosmedku isinya makanan tok (yang kemudian ada yang menganggap bahwa itu pamer) hahahaha, daripada membuat efek negatif pada diri sendiri, atau pada orang lain kan..
BalasHapusHahaha tapi kadang aku sik lihat statusmu marah2 lho :p
Hapuslek pas nglokor, kamu ketok pinter lho win.
BalasHapus#dikeplak
Lho, ambilin pensil dong, diseretin :))
HapusSetuju...!!
BalasHapusMenahan diri utk gak curhat di socmed pas lagi emosi itu kayaknya mudah, tp kadang butuh usaha juga ya mbak... suka ga bs nahan nafsu.. haha
BalasHapusIya mbak, rasanya pengen ngetik mulu kalo udah kesal. Tapi paling gak, bisa mengemasnya jadi sebuah tulisan yang lebih bermartabat, gak pointing finger melulu hehehe
HapusHihihihi, dunia bloger penuh intrik ya mbaaa?? :D
BalasHapusBanget Mbak :)) Persaingan dahsyat, tinggal pinter-pinternya kita membawa diri ~
HapusWah kalau ngata2in agency yg bayarannya murah mah kayak pencemaran nama baik juga ya.
BalasHapusHehehe ... Karena gak semua hal bisa 'diumbar' sih ya Mbak, apalagi untuk masalah 'dapur' seperti itu ~
HapusKalo gw socmed hanya buat berbagi kebahagiaan manja, kalo mau ngumpat2 mending langsung ke orang nya aja hehehe
BalasHapusIni aku banget nih dulu. Tiap kesel sama orang, pasti deh langsung berkoar di socmed. Alhamdulillah sekarang udh insaf. Hehe
BalasHapusBtw, ak baru tau loh klo status di socmed udh dihapus ternyata msh bisa kebaca ya metadatanya?
sejak aktif blog lagi aku ngurangin status marah2 di social media takut malah di sebarluaskan oleh pihak ga bertanggung jawab, di ekspose dan di pelintir2 kan kita juga gatau niat orang sama kita itu baik atau buruk...kalo curhat di blog masih cuma di kemas dengan cantik dan dikasih liat kulitnya aja gausah sampe cerita bener2an di tulis hehehe,,cukup untuk jadi life lesson :)..saya baru tau kalo status social media bisa dibaca meski udah dihapus mbak
BalasHapushttp://blueskyandme.com/
thanks sharingnya, kadang tangan ini gatel
BalasHapusMemang ucapan dan Jempol satu kesatuan isi kepala yang tertuang begitu saja bila tak dikendalikan dengan hati. Ternyata kita perlu di Uji kesabarannya melalui aksi nyata menangapi komentar miring, #SABAR mbk ya..
BalasHapusAlhamdulillah, sejauh ini, bunda gak pernah curcol di sosmed yang mengarah ke pribadi bunda. Ngisi status yang sedang-sedang aja, hehe... Postingan Winda keren nih. Salut.
BalasHapusLho, koq komentar bunda menghilang? Knp, ya?
BalasHapus