Merapikan Social Media Yuk!
image taken from hubston.com |
Ada berapa
banyak social media yang kita punya hingga saat ini? Di smartphone, saya
menginstall beberapa platform social media: Twitter, Instagram, Facebook, Path.
Kalau online pakai PC, saya kadang masih suka buka-buka Pinterest dan Youtube.
Beberapa akun social media yang pernah saya buat tapi sudah mati adalah Hello,
Plurk dan Mindtalk.
Bagi saya,
awalnya saya memang hanya punya 1 social media. Dulunya Friendster. Seiring
dengan fitur yang lebih menjanjikan, saya pindah ke Facebook. Setelah era
Facebook, saya pindah ke Twitter karena waktu itu tahun 2009 Twitter lagi
booming. Selebihnya, social media lainnya saya punyai karena (dulunya) tuntutan
pekerjaan sebagai Social Media Manager yang harus mencoba macam-macam jenis
social media dan mencari mana yang tepat sebagai media promosi.
Masing-masing
social media punya karakteristik masing-masing dan bagi saya social media ini
menciptakan kebutuhan yang ‘lumayan membuat nagih’ bagi manusia untuk selalu
mencari dan berbagi informasi. Brian Solis, dalam tulisannya di tahun 2007 yang
berjudul Social Media is About Sociology not Technology, mengatakan bahwa ada
banyak tools untuk saling terhubung
satu sama lain. Tapi tools hanyalah tools jika kita tidak dapat berpartisipasi
di dalamnya. Bukan lagi pada teknologinya, tetapi pada behavior penggunanya.
Punya banyak
social media tentunya kadang bikin bingung mengaturnya. Belum lagi kalau ada
kejadian seperti ini. Salah satu hal yang menarik dan sederhana yang bisa
dilakukan adalah: buatlah kotak-kotak social media!
image taken from mashable.com |
Social media
memang terbuka dan bebas bagi siapa saja. Tetapi, sama seperti kendali remote televisi,
social media kitalah yang mengatur dan mengendalikan. Misalnya: saya gunakan
Twitter untuk personal branding, maka semua orang bebas memfollow saya tapi
tidak semua orang akan saya follow/followback karena arus timeline yang cukup
cepat jadi lumayan bingung kalau banyak yang difollow. Kemudian, Instagram juga
salah satu social media yang sifatnya public
bagi saya, jadi bebas siapapun untuk mem-follow. Saya agak strict untuk
penggunaan Facebook, jadi info-info penting dan hanya orang-orang yang saya
kenal yang saya jadikan teman karena di Facebook karena di sana ada keluarga
& dosen. Sementara untuk Path, karena sifatnya memang personal, terbatas
dan saya menggunakannya untuk membagikan hal-hal yang sifatnya emosional. Maka
pilihan untuk orang-orang di Path juga lebih terbatas.
Ternyata merapikan
social media itu penting. Selain menggunakan ssesuai dengan fungsinya,
merapikan social media ini juga akan membantu kita mengontrol jenis informasi
apa yang mau kita bagi atau terima dari orang lain.
Walaupun awalnya
agak capek juga, tapi seperti saya bakal rutin melakukan ini. Kalau ada yang
marah saya remove atau unfollow atau unshared? Saya akan mengajaknya untuk
bersih-bersih social media juga hehehe
Jadi, bagaimana
dengan ‘rumah’ Anda? Sudahkah Anda merapikannya? J
Aku sih social media utk kehidupan sosial & usaha aja, tapi keduanya aku pisahkan supaya teman2 nyaman. Sedangkan utk keluarga aku pake salurang komunikasi langsung, biar nggak direcokin atau dikomentari orang2 kurang kerjaan heheheee
BalasHapusbetul... harus mengkategorikan sendiri socmed yang dipakai. Kalau aku twitter lebih untuk nyampah, ngedumel. Path sudah aku delete krn dibeli Bakri :D. Facebook utk orang yg kenal/pernah ketemu. Instagramku hnya utk produk/makanan/wisata Jepang saja.
BalasHapus