Tentang "Menurut Kamu, Aku Ini Gimana?", Pamer dan Sombong
Apa keinginan terbesar yang dilakukan orang lain untuk kamu? Kalau saya:
Jalan-jalan ke Austria
Beli Rubicon
Bangun tidur ada sarapan dibikinin Dave Grohl
Menikah
Saya pengen tahu seperti apa sih saya di mata orang lain. Pengen nyoba sehari menjadi si A kemudian mengikuti alur pikiran si A tentang saya. Pengen tau, seperti apa sih orang lain melihat cara saya berpakaian, cara saya berbicara, cara saya makan, lagu-lagu yang saya dengerin, omongan saya di social media atau pas chatting.
Entah kenapa saya tiba-tiba mikirin itu. Barangkali sejak beberapa waktu ini saya ketemu sama hal yang sebetulnya bikin risih. Nggak lain dan nggak bukan adalah orang yang doyan pamer. Selain soal materi, yang dipamerkan adalah kemampuan. Seketika itu saya jadi amat risih, ngganjel dan ... ah, rasanya susah diungkapkan. Kalau masalah iri, barangkali tidak. Karena apa yang dipamerkan juga bukan hal yang jadi passion saya. Hanya saja rasanya jengah.
Masih ingat pepatah : di atas langit masih ada langit? Hmm, saya mengamini sekali sama hal ini. Masalahnya, ketika kita pamer barang seharga Rp. 300 ribu, bisa saja tanpa kita tahu orang yang dipamerin sudah punya dan biasa memakai barang seharga Rp. 3 juta. Atau misalnya orang yang tampak pendiam dan pemalu, ternyata karyanya sudah mendunia. Ouch!
Yaaah, pamer dan sharing sih memang beda tipis. Kalau dicari perbedaannya, barangkali cuma terbatas pada nada bicara dan kontennya.
"Iya nih, aku kemarin abis beli rumah lho, 4 biji. Ya mampu dong, wong aku kaya."
"Iya nih, kemarin aku beli rumah. Yah, lumayanlah hasil nabung beberapa puluh tahun. Nggak gampang sih, tapi pasti kita semua bisa."
Semua orang punya potensi sombong, termasuk juga saya, Winda Carmelita. Yang membedakan adalah kemampuan menahan diri. Kalau bahasa saya sih, antara pamer dan karya serta hasil itu kudu 'sumbut'. Nah, seringkali kita loss ya sama hal-hal ini, termasuk juga saya *diulang*.
Jadi, kalau-kalau teman-teman lihat saya mulai pamer, tolong diingatkan ya. Bilang aja gini, "Apa sih Wind, pamer-pamer. Sombong amat. Wong yang patut kamu sombongin cuma satu: lemak kamu."
Hehehehe.. So, how to deal with an arrogant people, Guys? Bagi-bagi cerita dong.
Entah kenapa saya tiba-tiba mikirin itu. Barangkali sejak beberapa waktu ini saya ketemu sama hal yang sebetulnya bikin risih. Nggak lain dan nggak bukan adalah orang yang doyan pamer. Selain soal materi, yang dipamerkan adalah kemampuan. Seketika itu saya jadi amat risih, ngganjel dan ... ah, rasanya susah diungkapkan. Kalau masalah iri, barangkali tidak. Karena apa yang dipamerkan juga bukan hal yang jadi passion saya. Hanya saja rasanya jengah.
Masih ingat pepatah : di atas langit masih ada langit? Hmm, saya mengamini sekali sama hal ini. Masalahnya, ketika kita pamer barang seharga Rp. 300 ribu, bisa saja tanpa kita tahu orang yang dipamerin sudah punya dan biasa memakai barang seharga Rp. 3 juta. Atau misalnya orang yang tampak pendiam dan pemalu, ternyata karyanya sudah mendunia. Ouch!
Yaaah, pamer dan sharing sih memang beda tipis. Kalau dicari perbedaannya, barangkali cuma terbatas pada nada bicara dan kontennya.
"Iya nih, aku kemarin abis beli rumah lho, 4 biji. Ya mampu dong, wong aku kaya."
"Iya nih, kemarin aku beli rumah. Yah, lumayanlah hasil nabung beberapa puluh tahun. Nggak gampang sih, tapi pasti kita semua bisa."
Semua orang punya potensi sombong, termasuk juga saya, Winda Carmelita. Yang membedakan adalah kemampuan menahan diri. Kalau bahasa saya sih, antara pamer dan karya serta hasil itu kudu 'sumbut'. Nah, seringkali kita loss ya sama hal-hal ini, termasuk juga saya *diulang*.
Jadi, kalau-kalau teman-teman lihat saya mulai pamer, tolong diingatkan ya. Bilang aja gini, "Apa sih Wind, pamer-pamer. Sombong amat. Wong yang patut kamu sombongin cuma satu: lemak kamu."
Hehehehe.. So, how to deal with an arrogant people, Guys? Bagi-bagi cerita dong.
Komentar
Posting Komentar
Thankyou for your feedback!